Pernah kita mendengar berbagai berita mengenai kecelakaan kerja yang terjadi area diketinggian, seperti di gedung-gedung tinggi, tower pemancar dan lain sebagainya. Sebut saja lima orang pekerja gondola yang yang tewas saat melakukan pengelasan di tower RCTI sorotan beberapa tahun lalu. Dan yang terbaru kejadian di Batam seperti yang diberitakan di sindonews.com seorang teknisi tower Telkomsel, Ade Afrianto (34) tewas setelah terjatuh dari ketinggian 36 meter. Ironisnya, pekerja yang tewas itu - dari berita-berita yang kita ketahui - kebanyakan adalah tulang punggung keluarga. Dengan kecelakaan yang menimpa, entah bagaimana nasib keluarga mereka. Dan seperti kita ketahui, setiap kali terjadi kecelakaan media massa kerap menjadikannya sebagai sorotan serta mencari kambing hitam penyebab kecelakaan. Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah tidak ada solusi untuk mengatasi kecelakaan di ketinggian seperti itu?
Seiring dengan perkembangan teknologi, pekerjaan di atas ketinggian dengan medan yang berbahaya dan sulit dapat di kerjakan dengan menggunakan metodo-metode sesuai dengan kondisi di lapangan. Sebut saja dengan menggunakan Gondola, Mobil Hydrolik atau Rope Access tentunya sebelum melakukan suatu pekerjaan berbahaya harus dilihat terlebih dahulu Job Safety Anylis-nya (JSA). Disini penulis ingin berbagi sedikit informasi mengenai Rope Access. Rope Access atau Akses Tali adalah sebuah sistem bekerja di ketinggian dan tempat sulit dijangkau yang dalam pelaksanaannya menggunakan tali sebagai alat bantu utama. Sistem ini sudah dikenal di Eropa sejak tahun 1960-an dan kemudian berkembang pada tahun 1980-an. Teknik dasarnya adalah paduan dari olahraga rock climbing dan caving yang pada perkembangannya disesuaikan dengan dunia industri. Di Amerika dan Eropa bahkan Malaysia dan Singapore sistim ini sudah sangat dikenal dan memiliki standarisasi dalam pelaksanaannya. Sementara di Indonesia sendiri, Rope Access mulai berkembang sejak tahun 2007. Beberapa rekan penggiat olahraga panjat tebing yang menyadari bahwa teknik ini harus segera ditetapkan sebagai sebuah standarisasi kerja, melakukan pendekatan kepada pemerintah - dalam hal ini Departemen Tenaga Kerja - untuk membuat sebuah standarisasi nasional untuk pekerjaan di ketinggian. Hal ini terwujud pada tahun 2008 lalu dengan hadirnya Keputusan Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan No. Kep. 45 /DJPPK/ IX /2008 Tentang Pedoman Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Bekerja Pada Ketinggian Dengan Menggunakan Akses Tali. (Rope Access) disusul dengan hadirnya Asosiasi Rope Access Indonesia (ARAI). Saat ini SK Dirjen tersebut sedang dalam proses untuk menjadi SK Mentri.
Mengapa Rope Access atau Akses Tali ini aman untuk bekerja di ketinggian dan dapat menjangkau tempat-tempat sulit? Jawabannya adalah teknik, training dan supervisi. Tiga hal ini adalah kunci utama jawaban, selain itu peralatan khusus juga memegang peranan yang tidak kalah penting dalam jawaban pertanyaan di atas. Tapi sekali lagi, kunci utamanya adalah teknik, pelatihan dan supervisi. Sistem dengan tali ini juga sangat fleksibel, sehingga memungkinkan untuk dapat menjangkau tempat-tempat yang sulit dijangkau oleh jenis sistem kerja lainnya, seperti gondola atau scaffolding.
Dalam percaturan kegiatan Rope Access dunia, pekerja Rope Access dibagi dalam beberapa level kerja. Untuk bisa mencapai level tertentu tiap pekerja harus mendapatkan pelatihan terlebih dulu, memiliki jam terbang tertentu, baru bisa naik ke level berikutnya. Saat melakukan pekerjaannya, pekerja level 1 dan level 2 harus berada dibawah pengawasan seorang supervisor di level 3. Menurut Paul Seddon, salah seorang Board of Director International Society for Fall Protection (ISFP), pada periode tahun 90-an, tingkat kecelakaan yang terjadi dengan penggunaan sistem rope access di 100.000 jam kerja adalah hanya 4,7 jam saja. Dan kebanyakan (sekitar 43%) adalah cedera bagian lengan bawah. Luka-luka ini pun kebanyakan disebabkan karena penggunaan, bukan akibat dari sistem kerja.
Pekerjaan-pekerjaan yang dapat dilakukan dengan menggunakan teknik rope acces/akses tali ini antara lain: berbagai macam survey dan pengujian non – destruktif, pemeliharaan dan perbaikan (instalasi sealent dan re-instatement, penggantian panel cladding dan glazur), pembersihan dan pengecetan tempat-tempat yang sulit terjangkau, window cleaning, geotechnical (rockfall prevention netting dan pressure pointing) dan banyak lagi lainnya.
Keamanan dan keselamatan kerja bagi para pekerja di ketinggian memang masih menjadi pekerjaan rumah besar untuk kita semua. Semoga dengan tersosialisasikannya sistem tali akses ini perlahan tapi masti masalah tersebut bisa terselesaikan. Yang paling sederhana adalah membekali para pekerja gondola kita dengan teknik ini, sehingga keamanan dalam bekerja lebih terjamin. Jika terjadi sesuatu dengan gondola, masih ada tali pengaman yang bisa menyelamatkan nyawa mereka. Dan ada banyak ayah yang bisa melihat anak-anak mereka tumbuh besar.
Seiring dengan perkembangan teknologi, pekerjaan di atas ketinggian dengan medan yang berbahaya dan sulit dapat di kerjakan dengan menggunakan metodo-metode sesuai dengan kondisi di lapangan. Sebut saja dengan menggunakan Gondola, Mobil Hydrolik atau Rope Access tentunya sebelum melakukan suatu pekerjaan berbahaya harus dilihat terlebih dahulu Job Safety Anylis-nya (JSA). Disini penulis ingin berbagi sedikit informasi mengenai Rope Access. Rope Access atau Akses Tali adalah sebuah sistem bekerja di ketinggian dan tempat sulit dijangkau yang dalam pelaksanaannya menggunakan tali sebagai alat bantu utama. Sistem ini sudah dikenal di Eropa sejak tahun 1960-an dan kemudian berkembang pada tahun 1980-an. Teknik dasarnya adalah paduan dari olahraga rock climbing dan caving yang pada perkembangannya disesuaikan dengan dunia industri. Di Amerika dan Eropa bahkan Malaysia dan Singapore sistim ini sudah sangat dikenal dan memiliki standarisasi dalam pelaksanaannya. Sementara di Indonesia sendiri, Rope Access mulai berkembang sejak tahun 2007. Beberapa rekan penggiat olahraga panjat tebing yang menyadari bahwa teknik ini harus segera ditetapkan sebagai sebuah standarisasi kerja, melakukan pendekatan kepada pemerintah - dalam hal ini Departemen Tenaga Kerja - untuk membuat sebuah standarisasi nasional untuk pekerjaan di ketinggian. Hal ini terwujud pada tahun 2008 lalu dengan hadirnya Keputusan Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan No. Kep. 45 /DJPPK/ IX /2008 Tentang Pedoman Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Bekerja Pada Ketinggian Dengan Menggunakan Akses Tali. (Rope Access) disusul dengan hadirnya Asosiasi Rope Access Indonesia (ARAI). Saat ini SK Dirjen tersebut sedang dalam proses untuk menjadi SK Mentri.
Mengapa Rope Access atau Akses Tali ini aman untuk bekerja di ketinggian dan dapat menjangkau tempat-tempat sulit? Jawabannya adalah teknik, training dan supervisi. Tiga hal ini adalah kunci utama jawaban, selain itu peralatan khusus juga memegang peranan yang tidak kalah penting dalam jawaban pertanyaan di atas. Tapi sekali lagi, kunci utamanya adalah teknik, pelatihan dan supervisi. Sistem dengan tali ini juga sangat fleksibel, sehingga memungkinkan untuk dapat menjangkau tempat-tempat yang sulit dijangkau oleh jenis sistem kerja lainnya, seperti gondola atau scaffolding.
Dalam percaturan kegiatan Rope Access dunia, pekerja Rope Access dibagi dalam beberapa level kerja. Untuk bisa mencapai level tertentu tiap pekerja harus mendapatkan pelatihan terlebih dulu, memiliki jam terbang tertentu, baru bisa naik ke level berikutnya. Saat melakukan pekerjaannya, pekerja level 1 dan level 2 harus berada dibawah pengawasan seorang supervisor di level 3. Menurut Paul Seddon, salah seorang Board of Director International Society for Fall Protection (ISFP), pada periode tahun 90-an, tingkat kecelakaan yang terjadi dengan penggunaan sistem rope access di 100.000 jam kerja adalah hanya 4,7 jam saja. Dan kebanyakan (sekitar 43%) adalah cedera bagian lengan bawah. Luka-luka ini pun kebanyakan disebabkan karena penggunaan, bukan akibat dari sistem kerja.
Pekerjaan-pekerjaan yang dapat dilakukan dengan menggunakan teknik rope acces/akses tali ini antara lain: berbagai macam survey dan pengujian non – destruktif, pemeliharaan dan perbaikan (instalasi sealent dan re-instatement, penggantian panel cladding dan glazur), pembersihan dan pengecetan tempat-tempat yang sulit terjangkau, window cleaning, geotechnical (rockfall prevention netting dan pressure pointing) dan banyak lagi lainnya.
Keamanan dan keselamatan kerja bagi para pekerja di ketinggian memang masih menjadi pekerjaan rumah besar untuk kita semua. Semoga dengan tersosialisasikannya sistem tali akses ini perlahan tapi masti masalah tersebut bisa terselesaikan. Yang paling sederhana adalah membekali para pekerja gondola kita dengan teknik ini, sehingga keamanan dalam bekerja lebih terjamin. Jika terjadi sesuatu dengan gondola, masih ada tali pengaman yang bisa menyelamatkan nyawa mereka. Dan ada banyak ayah yang bisa melihat anak-anak mereka tumbuh besar.
0 komentar:
Post a Comment
Silahkan memberikan komentar yang dapat saya jadikan pertimbangan demi perbaikan Blog ini